PILKADES dan TNI

PILKADES dan TNI

 

 

Konsep demokrasi diartikan sebagai suatu pemerintahan yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat karenanya salah satu pilar demokrasi adalah partisipasi. Bentuk partisipasi politik yang sangat penting dilakukan oleh warga negara adalah keikutsertaan dalam pemilu. Dalam kehidupan perpolitikan Indonesia, ada banyak bentuk pesta demokrasi seperti Pemilihan Presiden, Pilkada Gubernur/Bupati, Pemilu Legislatif sampai kepada Pemilihan Kepala Desa.  Pemilihan kepala desa konon dianggap sebagai arena demokrasi yang paling nyata, dalam Pilkades terjadi kompetisi yang bebas, partisipasi masyarakat, pemilihan secara langsung dengan prinsip satu orang satu suara.Pemilihan kepala desa merupakan sesuatu hal lazim yang dilaksanakan ditiap-tiap desa, merupakan sesuatu proses rutinitas pergantian pemimpin desa.

Yang menarik dari kontestasi pemilihan kepala desa ini, kontestannya diikuti oleh berbagai macam latar belakang pekerjaan dan pendidikan.  Dari sekian banyak latar belakang yang mencalonkan diri sebagai kepala desa, beberapa kabupaten  di Sulawesi Selatan terdengar adanya anggota TNI aktif yang ikut dalam proses tersebut. Yang menjadi permasalahan, apakah anggota Tentara Nasional Indonesia aktif dapat mencalonkan diri dalam pemilihan kepala desa?

Hal tersebut menjadi masalah karena baik dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maupun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Desa sampai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 tentang Pemilihan Kepala Desa Secara Serentak tidak satupun mengatur mengenai boleh tidaknya anggota TNI aktif untuk ikut dalam suksesi/pemilihan Kepala Desa. Celakanya lagi adanya ruang bagi Pemerintah Daerah dalam menetapkan syarat lain untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 huruf m dan Pengaturan lebih lanjut terkait pelaksanaan pemilihan kepala desa secara serentak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 49 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa ke dalam Peraturan Daerah, dimaknai terlalu luas. Misalnya dengan mengatakan bahwa anggota TNI aktif dapat ikut serta mencalonkan diri sebagai kepala desa dengan syarat memperoleh izin tertulis dari atasannya.

Terkait dengan permasalahan diatas, kedudukan TNI dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa, seharusnya dilihat dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Dalam bagian ketiga mengenai Kewajiban dan Larangan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia disebutkan:

Pasal 39

Prajurit dilarang terlibat dalam:

  1. kegiatan menjadi anggota partai politik;
  2. kegiatan politik praktis;
  3. kegiatan bisnis; dan
  4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.

 

Kemudian pada bagian keempat mengenai Pembinaan dalam Pasal 47 ayat (1) disebutkan:

Pasal 47

  1. Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

 

Berdasarkan Pasal 39 diatas, seorang prajurit dalam hal ini anggota TNI (Pasal 1 angka 13 Prajurit adalah anggota TNI) dilarang untuk ikut serta/terlibat dalam 4 kegiatan yaitu menjadi anggota partai politik, ikut dalam politik praktis, berbisnis, dan dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.

Terkait dengan pemilihan kepala desa, jabatan politis lainnya sebagaimana dimaksud pada angka 4 termasuk didalamnya jabatan kepala desa. Hal ini karena dalam proses pemilihan kepala desa ada partisipasi politik masyarakat desa.

Mengutip penjelasan dari Herbert Mc.Closky “International Encyclopedia of The Social Science” dalam buku Pengantar Sosiologi Politik (2010:180) partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat yang mana mereka ikut ambil bagian dalam proses pemilihan penguasa secara langsung dalam proses pembentukan kebijaksanaan umum. Kemudian menurut Almond dalam buku The Politics of Developing Areas (1960) bentuk-bentuk partisipasi politik dalam kegiatan politik konvensional terdiri atas pemberian suara (voting), diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan dan komunikasi individual dengan pejabat politik/administrasi.

Dari penjelasan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa Jabatan Kepala Desa termasuk dalam jabatan politis. Karena dalam proses pemilihan kepala desa atau untuk menduduki jabatan kepala desa menggunakan bentuk-bentuk partisipasi politik yang dalam hal ini ada proses pemungutan suara, pemilihan, kampanye layaknya pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum.

Sehingga keikutsertaan anggota TNI dalam proses pemilihan kepala desa masuk dalam 4 (empat) larangan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 39 angka 4 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009 yaitu ‘Prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya’.

Kemudian dalam Pasal 47 ayat (1) disebutkan bahwa jika prajurit/anggota TNI ingin menduduki jabatan sipil maka prajurit/anggota TNI tersebut harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Dan oleh karena jabatan kepala desa merupakan salah satu jabatan sipil maka seorang prajurit/anggota TNI aktif harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif bukannya hanya cuti sementara karena telah memperoleh izin dari atasannya.

Hal ini berbeda pengaturannya dengan calon kepala desa yang berasal dari unsur Pegawai Negeri Sipil yang sudah jelas pengaturannya dalam Permendagri tentang Pemilihan Kepala Desa Pasal 47 yang menyatakan bahwa Pegawai negeri sipil yang mencalonkan diri dalam pemilihan Kepala Desa harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian. Dan dalam hal pegawai negeri sipil tersebut terpilih dan diangkat menjadi Kepala Desa, yang bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi Kepala Desa tanpa kehilangan hak sebagai pegawai negeri sipil.

Untuk itu sudah seharusnya Tentara Nasional Indonesia kembali pada peran, fungsi dan tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tantang Tentara Nasional Indonesia. Adapun bagi anggota TNI aktif yang akan maju dalam kontestasi perpolitikan atau menduduki jabatan sipil maka sudah seharusnya mengundurkan diri dari dinas aktif keprajuritan. Keharusan pengunduran diri sejak prajurit/anggota TNI tersebut menjadi Calon Kepala Desa merupakan salah satu upaya untuk menjamin netralitas dan independensi dalam proses pemilihan kepala desa tersebut.

 

---------------------------------------------

Attachments:
FileDescriptionFile size
Download this file (Pilkades dan TNI.pdf)PILKADES dan TNI 250 kB

Cetak   E-mail