ZAKAT ASN

Rencana pemerintah menerbitkan regulasi tentang optimalisasi penghimpunan zakat Aparatur Sipil Negara (ASN) Muslim kembali bergulir. Tujuan rencana itu adalah elaborasi upaya pemerintah untuk memfasilitasi para ASN untuk menunaikan zakat sebagaimana ajaran agama bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam.

Kesadaran ASN terhadap wajib zakat dan rencana pemerintah terhadap pungutan zakat  terus berkembang secara dinamis. Kesadaran inilah yang menimbulkan perdebatan pro dan kontra. Disatu pihak ada yang menyambut positif pungutan zakat dan dipihak lain menghendaki pemerintah tidak mencampuri pembayaran zakat ASN. Masing-masing pihak tentu mempunyai berbagai argumen mulai dari yang paling emosional sampai pada yang paling rasional.

Menurut kelompok yang keberatan beranggapan bahwa pemerintah tidak berhak mencampuri pembayaran zakat ASN karena tidak memiliki landasan yuridis dan sosiologis yang tepat. Lebih baik persoalan zakat profesi ASN diserahkan kepada masing-masing individu yang telah memenuhi syarat syariat karena masing-masing individu lebih mengetahui kemana dan bagaimana zakatnya disalurkan. Ada juga yang beranggapan bahwa gaji ASN hanya mencukupi untuk kebutuhan hidup (diri dan keluarga) nya, atau hasilnya hanya sekadar untuk menutupi kebutuhan pokok, yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.

Dipihak yang menyambut positif terhadap pungutan zakat beranggapan bahwa sudah selayaknya pemerintah memfasilitasi ASN muslim menunaikan kewajiban zakat sesuai dengan syariat Islam.  Sudah seharusnya pengelolaan zakat dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Terlepas perdebatan setuju dan tidak setuju pungutan zakat bagi ASN, pengelolaan zakat sebenarnya sudah ada landasan hukumnya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Zakat, Inpres Nomor 3 Tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat dan Permenag Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Perhitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah merupakan landasan yuridis tentang pengelolaan zakat.

Pengelolaan zakat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 memang tidak menjelaskan dengan tegas pemerintah diberi kewenangan untuk memotong gaji ASN bagi keperluan zakat. Akan tetapi hanya menjelaskan bahwa pemerintah memfasilitasi pengelolaan zakat bagi orang perseorangan dan badan usaha. Hal ini sudah dijelaskan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Syaefuddin bahwa “Ini bukan paksaan, lebih kepada himbauan”.

Ada beberapa beberapa alasan yang menyebabkan ASN keberatan terhadap kebijakan  pungutan zakat tersebut. Diantaranya adalah 1. Rendahnya kesadaran wajib zakat. Zakat adalah kewajiban bagi kita semua. Tidak memandang apa pun itu profesinya, apabila penghasilan kita dalam satu tahun atau satu bulan sudah terkena nisab, kita wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen. Kesadaran masing-masing bahwa zakat sebenarnya dapat mensucikan jiwa dari kekikiran, ketamakan dan keegoisan. 2. Rendahnya kepercayaan terhadap baz dan laz. Adanya ASN yang lebih memilih untuk membagikan zakatnya kepada orang atau keluarganya yang dikenalnya membutktikan bahwa mereka tidak mempercayai keberadaan baz atau laz yang dibentuk oleh pemerintah. Ada sebagian ASN atau bahkan masyarakat yang belum mengetahui mekanisme pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat oleh baz. 3. Rendahnya insentif bagi wajib zakat terkait zakat sebagai pengurang pajak bagi wajib pajak sehingga tidak terkena beban ganda. UU Nomor 23/2011 pasal 22 jelas menyatakan bahwa zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada baznas dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Bukti setor zakat digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak (pasal 23 ayat 2).

Pemerintah  dalam hal ini Kementerian Agama melalui baz berkewajiban  tidak hanya untuk mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat tetapi  juga sekaligus memberikan sosialisasi di instansi-instansi pemerintah tentang keberadaan baz dan laz. Sosialisasi tidak harus menunggu regulasi pemerintah tentang optimalisasi zakat ASN muslim, tetapi dapat setiap saat untuk menjelaskan mekanisme baz dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat, dan sekaligus diharapkan baz dapat membantu penghitungan zakat yang wajib dibayar oleh ASN. Sehingga dapat menghilangkan kesan bahwa pungutan zakat bagi ASN bukanlah momok yang harus ditakuti dan dihindari karena ketidaktahuan akan zakat itu sendiri. *)

*) Penulis : Puguh Wiyono


Cetak   E-mail